Jakarta, ForumJabar.com–Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) menanggung kerugian Bandara Kertajati setiap tahun. Menurut laporan keuangan, kerugian bandara ini mencapai Rp 60 miliar/tahun sejak mulai beroperasi pada 2018.
“Kan nombok setiap tahun Rp 60 miliar untuk bandara. Harus bagaimana?” kata Gubernur Jabar Dedi Mulyadi di hadapan jajaran Forkopimda dan anggota DPRD Majalengka, pekan lalu.
Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati yang berlokasi di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, merupakan bandara internasional satu-satunya yang terletak di Jawa Barat.
Meski begitu, bandara ini belum berhasil secara komersial lantaran jumlah penerbangan yang masih sepi. Hal ini dipicu karena lokasinya terlalu jauh dari pusat kota.
Bandara ini dibangun dengan biaya investasi sebesar Rp 2,6 triliun. Rencana pembangunan sudah dimulai sejak era Presiden Megawati Soekarnoputri namun baru terealisasi pada masa Presiden Joko Widodo.
Soal pembiayaan, Pemprov Jabar sempat menyatakan kesiapan untuk membiayai proyek ini melalui APBD. Namun, hingga 2011, rencana tersebut tak kunjung terealisasi. Proyek Bandara Kertajati kemudian masuk ke dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN).
BACA JUGA :
BSU Bakal Cair Juni Ini, Begini Cara Mengeceknya
Biaya pembangunan bandara ini patungan antara pemerintah pusat melalui BUMN, Pemprov Jabar, serta investasi swasta. Alhasil komposisi pemilliknya menjadi Pemprov Jabar 82,29%, PT Angkasa Pura II (BUMN) 15,41%, Koperasi Sejahtera Jawa Barat 1,62% dan PT Jasa Sarana: 0,8%.
Para pemilik saham ini membentuk perusahaan pengelola bandara yang disebut PT BIJB Kertajati.
Selanjutnya, pada 24 Mei 2018, Bandara Kertajati resmi beroperasi ditandai dengan mendaratnya Pesawat Kepresidenan sebagai pesawat pertama yang singgah di bandara tersebut.
PT BIJB juga bertanggung jawab atas pengembangan kawasan Aerocity yang terintegrasi dengan kawasan bandara. Proyek ini ditargetkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di Jawa Barat, dengan dukungan akses transportasi darat, kereta cepat, hingga pelabuhan.
Bandara ini memiliki luas sekitar 1.800 hektar, menjadikannya salah satu bandara terbesar di Indonesia dari sisi lahan.
Terus Merugi
Seiring waktu, bandara yang tergolong mewah dan memiliki fasilitas lengkap ini tidak kunjung menguntungkan. Kinerja keuangan bandara sama sekali belum memuaskan.
Dedi Mulyadi sempat menyatakan, bandara ini menyerupai “peuteuy selong” yang dalam bahasa Sunda berarti petai kering atau petai kosong.
Dalam Bahasa Sunda digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tampak besar, namun kosong atau tidak dimanfaatkan secara maksimal.
Karenanya pemerintah pusat melalui kementerian Perhubungan bersama Pemprov Jabar mengupayakan sejumlah strategi untuk mendorong pertumbuhan bandara Kertajati.
Strategi tersebut terbagi menjadi empat bagian, yakni :
1. Integrasi kawasan Mengoptimalkan seluruh area seluas 1.800 hektar dengan mengintegrasikan berbagai fasilitas melalui sistem transportasi terpadu (APMS), termasuk terminal penumpang, mixed use area, e-commerce hub, dan KAMC.
2. Pengembangan fasilitas non-aeronautika Membangun kawasan komersial penunjang seperti hotel, gedung pertemuan (MICE), leisure mall, dan gedung parkir di atas lahan 21,9 hektar.
3. Pusat logistik dan kargo Menjadikan e-commerce hub seluas 68,4 hektar sebagai sentra logistik kargo berkapasitas hingga 500.000 ton per tahun. Pemerintah juga menyiapkan insentif tarif gudang, pengurangan tarif RA, serta penambahan rute dan frekuensi penerbangan kargo.
4. Pengembangan fasilitas MRO Menyediakan fasilitas perawatan pesawat melalui Kertajati Aircraft Maintenance Center (KAMC) di atas lahan 84,2 hektar, yang ditargetkan menjadi salah satu pusat MRO terbesar di Indonesia. (Yayat Suratmo)