Jakarta, ForumJabar.com–Di antara pelayanan haji yang cukup kompleks adalah penyediaan konsumsi untuk para jamaah. Bayangkan, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) harus menyediakan konsumsi untuk total 221 ribu orang jemaah haji Indonesia dalam waktu bersamaan selama penyelenggaraan haji. Itu belum ditambah untuk 4.420 petugas haji yang juga perlu makan. Total dapur haji harus memproduksi 25,8 Juta Boks Makanan Selama Musim Haji.
Karenanya, urusan menyediakan makanan bagi jemaah haji bukan hal yang sepele. Jika sampai terlambat makan, ratusan ribu orang bakal menderita.
Kementerian Agama dalam hal ini PPIH, sudah merencanakan penyediaan konsumsi ini jauh-jauh hari. Dimulai dari proses bidding atau seleksi katering haji yang bakal menjadi operator atau penyedia makanan untuk haji Indonesia selama musim haji.
Pada musim haji 2024, sejumlah perusahaan lokal seperti PT Hati Barokah Investama (HBI), PT Arsy Buana Travelindo Tbk. (HAJJ), dan Wong Solo Group ditunjuk menjadi perusahaan katering resmi jamaah haji.
Sementara untuk tahun ini, belum ada pernyataan resmi dari Kemenag tentang perusahaan lokal yang menjadi penyedia katering haji.
Proses Masak di Dapur
Musim haji 2025, PPIH Arab Saudi menyediakan total 55 dapur untuk konsumsi jemaah haji Indonesia. Setiap dapur bisa memproduksi antara 3.500 hingga 5.000 porsi dengan menu khas Nusantara.
Seluruh dapur memiliki tingkat higienitas yang tinggi. Di antaranya, seluruh petugas dapur wajib mengenakan sarung tangan, masker, hingga penutup rambut. Sementara untuk peralatan masak hampir seluruhnya terbuat dari stainless steel untuk menghindari kontaminasi zat berbahaya pada makanan.
Tak hanya soal kebersihan, standar gizi juga sangat diperhatikan. Seluruh bahan makanan sudah melalui proses quality control yang ketat, proses masak yang berstandar tinggi, serta pengemasan yang higienis.
Demi menjaga kualitas proses pembuatan makanan tersebut, PPIH menempatkan satu tenaga ahli di setiap dapur. Sehingga ada lima tenaga ahli untuk dapur di Mekkah. Sedangkan di Madinah ada dua tenaga ahli.
BACA JUGA :
Jamaah Haji Puas dengan Makanan Ala Nusantara di Madinah
Sebelum makanan dikirim ke jamaah, setiap dapur wajib mengirimkan dua sampel makanan ke Daker dan dua sampel ke KKHI. Selanjutnya sampel makanan itu akan dicek, dicek gramasinya. Lalu dicicipi rasa serta kualitasnya.
Sementara, untuk menjaga citarasa makanan, bahan dan bumbu makanan didatangkan dari Indonesia dan disamakan untuk semua dapur. Tahun ini, PPIH mendatangkan 475 ton bumbu dari Indonesia, dari total kebutuhan 611 ton bumbu.
Dijelaskan Konsultan Tenaga Ahli Konsumsi PPIH Arab Saudi, Agung Ilham, dari segi penyajiannya, ada dua jenis penyajian yakni siap saji atau dalam boks dan prasmanan.
Proses produksinya sendiri memakan waktu sekitar 2 – 3 jam. Untuk makan malam misalnya, bahan-bahan diracik dan diolah mulai jam 12.00 WAS (Waktu Arab Saudi). Setelah dipacking dan ditaruh di hotbox, pukul 16.00 sudah siap diantarkan ke hotel jemaah. Kemudian Jam 18.00 WAS sudah sampai di hotel dan siap dikonsumsi jemaah.
Agung juga mengatakan, batas akhir katering siap saji adalah tiga jam setelah makanan sampai ke hotel.
“Untuk makan malam misalnya, jam 21.00 sudah tidak disarankan untuk dikonsumsi,” kata Agung.
Juru masak pun diambil dari Indonesia. Untuk dapur Raghaeb yang berada di Madinah, setidaknya ada enam juru masak dari Indonesia. Agung mengatakan, setiap dapur diwajibkan memiliki dua juru masak yang sudah berpengalaman dan berkompetensi.
Pengecekan kesiapan makanan dilakukan tiga kali sehari, yaitu pukul 00.10 WAS untuk makan pagi, pukul 07.00 WAS untuk makan siang dan pukul 13.00 WAS untuk makan malam.
Pada kemasan boks makanan terdapat informasi tentang makan pagi atau makan siang atau makan malam, lengkap dengan informasi waktu, kapan batas akhir makanan dapat dikonsumsi, sebelum tidak layak konsumsi lagi.
Untuk boks makan pagi didistribusikan pada pukul 5 hingga 8 pagi, dengan batas akhir masih layak konsumsi pukul 9 pagi. Makan siang dibagikan pukul 12.00-14.00 dengan batas akhir konsumsi pukul 16.00. Makan malam dibagikan mulai pukul 17.00 WAS hingga pukul 19.00 WAS dengan batas akhir pukul 21.00 WAS.
Proses distribusi
Makanan yang telah siap di dapur, didistribusikan oleh koordinator layanan konsumsi sektor kepada karom, yakni jemaah haji yang diberi tugas tambahan memimpin kloter atau rombongan. Selanjutnya karom akan mendistribusikan pada para ketua regu, yang akan membagikannya pada jemaah haji masing-masing.
Setiap boks-boks makanan datang, proses rutin yang dilakukan timnya adalah membuka 1 boks sebagai sampel, mengetes rasa, memastikan tidak basi, tidak berbau, lauk dan sayur sesuai rencana menu hari itu, nasinya sudah matang, maka dipastikan bisa diberikan.
Sementara, untuk jemaah lansia, tidak lagi dibedakan, namun berdasar permintaan. Menurutnya ini sesuai hasil evaluasi dari penyelenggaraan layanan konsumsi bagi lansia tahun sebelumnya. Ia akan menanyakan pada para Karom, jika ada lansia yang membutuhkan nasi bubur atau menu makanan yang tidak keras.
Layanan konsumsi meningkat
Layanan konsumsi jemaah haji Indonesia meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan ini baik dari segi jumlah, maupun penyajian menu Nusantara.
Peningkatan ini dapat dilihat mengacu data 9 tahun terakhir sebagaimana dirilis Kementerian Agama Republik Indonesia.
Untuk pertama kalinya jemaah haji memperoleh layanan makan penuh 3 kali sehari selama di Arab Saudi dengan total 127 kali makan per satu jemaah haji. Dengan kata lain total 25,8 juta boks tahun ini harus dihidangkan untuk melayani jemaah haji reguler Indonesia.
Pada fase jemaah haji Indonesia berada di Madinah, jemaah mendapatkan layanan 3 kali makan sehari selama 9 hari atau total maksimal 27 kali.
Saat berada di Mekah, jemaah haji Indonesia menerima layanan 3 kali makan sehari selama 28 hari, atau total 84 kali makan maksimal. Dan pada fase Armuzna, jemaah haji menerima total 15 kali makan menu siap saji dan 1 kali snack.
Konsumsi jemaah haji Indonesia diolah dengan bahan dan bumbu asli Nusantara, yang langsung dikirim dari Tanah Air, juga kabar gembiranya, meningkat jumlahnya dari waktu ke waktu.
Tahun ini untuk layanan konsumsi haji di Arab Saudi mendatangkan 475 ton bumbu asli Nusantara, dari kebutuhan 611 ton bumbu. (Yayat Suratmo)