Kronologi Sengketa Lahan SMAN 1 Bandung

Murid sekolah berjalan di lorong kelas SMAN 1 Bandung, usai doa bersama digelar setelah tagar SaveSmansaBandung bertebaran di media sosial, 7 Maret 2025. SMAN 1 Kota Bandung tengah menghadapi gugatan sengketa lahan yang diajukan oleh Perkumpulan Lyceum Kristen yang sebelumnya telah menggusur gedung sekolah kristen SMAK Dago yang berada di samping SMAN 1. Saat ini Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jawa Barat tengah menyiapkan segala aspek hukum untuk menghadapi konflik lahan yang mengancam sekolah yang sudah berdiri sejak 1958 tersebut. Prima mulia

Bekasi, ForumJabar.com–Salah satu sekolah negeri unggulan di Kota Bandung, SMAN 1 atau SMANSA sedang mendapat perhatian. Pasalnya, sekolah ini menjadi obyek sengketa lahan antara Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) dengan Pemprov Jawa Barat.

Berdasarkan keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, LPK memenangkan gugatan sengketa dan secara sah merupakan pemilik lahan.

Awal mula sengketa

Sengketa dimulai saat PLK mendaftarkan gugatan ke PTUN Bandung pada 4 November 2024 dengan Nomor Perkara 164/G/2024/PTUN.BDG.  Pihak tergugat adalah Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (sebagai pihak intervensi).

Dalam gugatannya PLK menyatakan bahwa mereka merupakan penerus sah dari Het Christelijk Lyceum (HCL), sebuah lembaga pendidikan Kristen di era kolonial.

BACA JUGA :
Pemprov Jabar Kalah di PTUN Soal Sengketa Lahan SMAN 1 Bandung
 

PLK mengantongi Sertifikat Hak Guna Bangun (SHGB) yang diperoleh dari penerusan hak dari HCL seluas 8.450 meter persegi.

Belakangan, pada 19 Agustus 1999 pemerintah menerbitkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11/Kel. Lebak Siliwangi kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang selanjutnya dibangun SMAN 1 Bandung.

Dalam gugatannya, PLK menilai penerbitan surat tersebut tidak sah secara hukum. Selain itu, PLK mengklaim, serta penerbitan sertifikat tersebut bertentangan dengan asas pemerintahan yang baik. Atas dasar tersebut, PLK lalu mengajukan gugatan.

Keputusan PTUN

Setelah melalui proses persidangan, Majelis Hakim PTUN Bandung mengabulkan gugatan PLK pada 17 April 2025. Tak hanya itu, PTUN juga memutuskan sejumlah poin yakni :

  1. Sertifikat Hak Pakai Nomor 11/Kel. Lebak Siliwangi yang dimiliki Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dinyatakan batal. 
  2. BPN Kota Bandung diwajibkan mencabut sertifikat tersebut. 
  3. BPN diperintahkan memproses dan menerbitkan SHGB baru atas nama PLK, berdasarkan SHGB lama yang menjadi dasar klaim PLK. 
  4. Tergugat dan tergugat intervensi dihukum membayar biaya perkara sebesar Rp440.000 secara tanggung renteng.

Pemprov Jawa Barat melalui Analis Hukum Ahli Madya, Arief Nadjemudin, juga menyatakan bahwa sertifikat atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sah secara hukum dan telah diterbitkan oleh BPN. 

Bahkan, ia menyebut bahwa HCL yang diklaim sebagai pendahulu PLK telah dinyatakan terlarang secara hukum berdasarkan putusan PN Bandung dan Mahkamah Agung, sehingga klaim PLK dianggap tidak memiliki dasar hukum (legal standing).

“Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 228/Pdt.G/2022/PN.Bdg tertanggal 9 Mei 2023 juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor 3551 K/Pdt/2024 tanggal 3 Oktober 2024 menyatakan status HCL bertentangan dengan UU Nomor 50 Prp 1960,” ujar Arief. 

Keputusan ini menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, termasuk dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang langsung menyatakan banding.

Selain itu, keputusan ini juga diyakini bakal mempengaruhi kegiatan belajar dan mengajar di SMAN 1 Bandung. Ratusan siswa dan puluhan guru SMAN 1 Bandung sendiri telah menggelar aksi unjuk rasa untuk menolak putusan PTUN.(Yayat Suratmo)

 

 

Related posts