Bekasi, ForumJabar.com–Dari sekian banyak peristiwa penting dalam sejarah Islam, Isra Miraj menjadi salah satu peristiwa yang paling menarik diperbincangkan, diteliti, diseminarkan, hingga menjadi bahan studi para sejarawan maupun saintis modern.
Bagi dunia Islam, Isra Miraj merupakan peristiwa monumental yang diimani dengan kesadaran penuh betapa besarnya kekuasaan Allah SWT.
Bagaimana tidak? Setelah menempuh perjalanan yang jauhnya tak terbilang, Nabi SAW kembali pulang ke rumah dengan membawa perintah penting untuk umatnya : Shalat lima waku.
Sementara di sisi lain, peristiwa ini juga dianggap sebuah fenomena yang menarik dikulik dari sisi sains.
Kecepatan Cahaya
Namun jauh sebelum kita bedah dengan pisau analitik keilmuan sains, tulisan ini tetap berperspektif transenden, yakni bahwa sifat Illahiyah Allah merupakan sepenuhnya independen dari ketergantungan atas sesuatu apapun, termasuk melampaui semua hukum fisika yang diketahui manusia.
Karena sifatnya yang Maha Kuasa itu, pikiran manusia tidak akan pernah sanggup merangkum realitas Illahiyah yang menakjubkan ini.
Sejarawan Islam menulis, Isra Miraj terdiri dari dua bagian perjalanan. Pertama, Isra yakni perjalanan Nabi SAW dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina.
Selanjutnya Miraj atau Nabi SAW dinaikan oleh Allah dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha, atau langit ke tujuh.
Perjalanan ini berlangsung semalaman, menempuh perjalanan yang jauhnya tidak terhingga. Sejarawan Islam berpendapat, Nabi SAW melakukan Isra dan Miraj ketika tengah malam dan kembali ke Mekkah sebelum waktu Subuh, sehingga diperkirakan memakan waktu sekitar 4 jam saja.
Lalu pertanyaannya, berapa kecepatan Buraq sehingga Nabi sudah kembali ke Mekkah sebelum Subuh?
Berdasarkan Google Maps, jarak Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa adalah 1.471 km. Jika jalan darat, perjalanan itu harus ditempuh 16 jam 37 menit menggunakan mobil. Itu pun dengan rute tersingkat.
Sementara menggunakan pesawat merupakan hal yang mustahil di jaman itu.
Selanjutnya dari Masjidil Aqsa, Nabi SAW naik ke Sidratulmuntaha di langit ke tujuh untuk menerima perintah shalat lima waktu.
Dalam perjalanan itu, Nabi SAW juga bertemu dengan para pendahulunya, mulai dari Nabi Adam AS hingga Nabi Ibrahim AS.
Kecepatan perjalanan ini masih menjadi pertanyaan yang menarik dari sisi sains. Dalam sains, entitas tercepat di semesta yang pernah diketahui manusia, adalah cahaya.
Cahaya memiliki kecepatan 299.792,458 km per detik (dibulatkan 300 ribu km per detik). Dengan kecepatan yang sangat super cepat ini, cahaya mampu mengelilingi bumi 7 kali hanya dalam 1 detik!
Di jaman canggih seperti ini pun, tidak ada satu pun entitas atau materi yang mampu menandingi kecepatan cahaya. Jangankan menandingi, mendekati pun tidak.
Tak ada materi yang riil, di luar teori-teori, yang bisa melampaui kecepatannya.
Mengapa demikian? Sebab cahaya terdiri dari foton yang sama sekali tak tidak memiliki massa, atau nol massa.
Sementara materi apapun di luar cahaya, pasti memiliki massa, bahkan sehelai bulu yang paling ringan sekali pun tetap memiliki massa atau memiliki berat. Sedangkan cahaya tidak.
Bagaimana Nabi SAW melampauinya?
Kembali ke pertanyaan di atas, berapa kecepatan Buraq dan bagainama Nabi SAW dan Buraq melampaui kecepatan cahaya?
Ketua Umum Majelis Muwasholla Al Baina Indonesia yang didirikan oleh Al Habib Umar bin Hafidz, Habib Hamid Al Qadrie, menyatakan, pertanyaan faktual seperti ini merupakan pertanyaan yang masih terikat dimensi ruang dan waktu.
“Sementara perjalanan Isra dan Miraj Nabi SAW tidak terikat dimensi ruang dan waktu. Dimensi ini mengikat manusia dalam satu periode waktu saja. Sementara Nabi SAW keluar dari dimensi tersebut,” ujarnya.
Dalam peristiwa itu, bertemu dengan para Nabi, yang jika terikat dimensi ruang dan waktu, para Nabi tersebut telah wafat.
“Lalu Beliau juga diperlihatkan Surga dan Neraka, yang dalam perspektif dimensi ruang dan waktu, itu baru akan terjadi di masa mendatang. Tetapi Nabi SAW sudah diperlihatkan terlebih dahulu,” tambahnya.
Sementara di masa kini, atau masa present time-nya, Nabi SAW melakukan perjalanan tersebut dalam kondisi sadar, terjaga, dengan tubuh yang juga utuh.
Dalam perspektif ruang dan waktu, hal itu juga tidak mungkin terjadi. Karena tubuh manusia akan hancur lebur jika dibawa dengan kecepatan melebihi cahaya.
“Sehingga hal, saya meyakini bahwa peristiwa Isra Miraj Nabi SAW adalah peristiwa yang keluar dari dimensi ruang dan waktu yang mengikat manusia,” katanya.
Lalu ia menyimpulkan, bahwa pertanyaan berapa kecepatan Buraq serta bagaimana tunggangan itu bisa melampauinya, tidak akan bisa terjawab lantaran pertanyaan itu terikat oleh dimensi ruang dan waktu.
“Bagaimana kita menjawab sebuah pertanyaan yang terikat dimensi ruang dan waktu, sementara obyek pertanyaannya adalah peristiwa yang tidak terikat oleh ruang dan waktu?” ungkapnya.
Meski begitu, ia mendukung penuh upaya manusia menggali peristiwa ini dalam kacamata sains. Karena, hal ini dapat membuka wawasan dan cakrawala keilmuan umat Islam itu sendiri.
Tanggapan Saintis
Fisikawan Albert Einstein, lewat teori relativitas umum dan khusus, menyebut makin mendekati kecepatan cahaya, materi akan membutuhkan energi teramat besar dengan waktu yang makin melambat.
Dua hukum utama teori ini adalah bahwa, pertama, kecepatan cahaya di ruang hampa bergerak ke semua arah sama besarnya untuk semua pengamat, tidak bergantung kepada gerakan sumber cahaya atau pengamat itu.
Kedua, semua hukum Fisika bisa dinyatakan dengan bentuk persamaan yang bentuknya sama pada semua kerangka acuan inersia atau kelembaman (kondisi objek menolak perubahan terhadap kondisi geraknya).
Nah, bagi Guru Besar Teori Fisika Institut Tekonologi Surabaya (ITS) Agus Purwanto, jika memakai Teori Relativitas Khusus, Rasulullah Muhammad SAW belum keluar dari sistem Tata Surya.
“Kita asumsikan kejadian mulai ba’da (selepas) salat Isya atau jam 20.00 sampai jam 4.00 pagi menjelang Subuh. Jadi membutuhkan waktu 8 jam. Karena perjalanannya bolak-balik, maka antara pulang pergi memerlukan waktu yang sama 4 jam,” katanya.
Lantaran menggunakan Buraq, Agus menilai Rasulullah melaju dengan kecepatan cahaya. Alhasil, dalam satu jam, Nabi SAW dapat menempuh jarak sekitar 4.3 juta km.
Jarak tersebut lebih pendek daripada jarak Neptunus yang merupakan planet terluar dengan Bumi.
“Neptunus itu diketahui jaraknya sekitar 4.3 juta km. jadi ini masih lebih besar dari jarak yang ditempuh oleh cahaya selama 4 jam, artinya Nabi SAW dalam waktu 4 jam belum sampai di Neptunus. Ternyata belum sampai keluar dari Tata Surya kita,” katanya.
Agus menilai Teori Relativitas Umum, lebih dapat diterima dalam menjelaskan peristiwa ini. Teori yang dicetuskan Einstein tahun 1915 atau 10 tahun setelah Teori Relativitas Khusus itu menyebutkan, bahwa waktu bisa melambat atau berhenti untuk seseorang yang bergerak dengan kecepatan mendekati cahaya.
Inti teori adalah objek yang dalam kondisi inersia bisa saling mempercepat terhadap acuan yang lain. Gravitasi jadi fokusnya karena bisa melengkungkan ruang-waktu.
Lekungan waktu inilah yang selanjutnya memunculkan dimensi tersendiri, dimensi yang terlepas dari ruang dan waktu.
Agus bahkan menilai teori tersebut mengisyaratkan adanya dimensi yang lebih tinggi dari sekedar ruang dan waktu.
“Terbuka adanya ruang dan dimensi tinggi, imaterial atau gaib, di sekitar manusia,” ujarnya. (YAS)